Monday, June 27, 2016

Anjing dan Serigala

Seekor serigala kurus yang hampir mati karena kelaparan terkulai lemas di jalan, ketika itu seekor Anjing rumahan kebetulan lewat.

“Aku tahu bagaimana rasanya kelaparan, hidupmu yang tidak teratur akan segera membawamu pada kematian. Mengapa kau tidak bekerja tetap dan stabil seperti yang kulakukan – kau akan mendapatkan makanan yang secara teratur diberikan padamu?” kata si Anjing.

“Saya tidak keberatan,” kata si Serigala, “Asalkan aku bisa mendapatkan makanan.”

“Aku dengan mudah akan mengaturnya untukmu,” kata Anjing. “Datang bersamaku menemui tuanku. Kita akan berbagi pekerjaan.”

Serigala dan Anjing pun pergi ke kota bersama-sama. Di perjalanan menuju ke kota, sang Serigala memperhatikan bulu-bulu di bagian tertentu pada leher anjing itu sangat tipis tidak lebat seperti di bagian tubuh yang lainnya, lalu dia bertanya ada apa dan bagaimana hal itu telah terjadi. “Oh, itu bukan apa-apa," kata Anjing, "Itu hanya bekas rantai pengikat yang dikaitkan di waktu malam hari untuk menjagaku. Itu sedikit melukai leherku, tapi setelah beberapa waktu kau juga akan terbiasa dengannya.”

“Apa? Apa memang sesederhana itu?” tanya Serigala mulai menerka-nerka apa yang terjadi pada Anjing, “Kalau begitu, selamat tinggal Tuan Anjing.”
Sang Serigala pun pergi.

Kemerdekaan lebih berharga dari pada kemewahan dalam penjajahan.

Monday, June 20, 2016

Kelinci dan Buaya

Seperti biasanya, hari itu, kelinci pergi bermain di dalam hutan belantara. Dia meloncat ke sana ke mari mencari rumput segar.

“Nyam-nyam-nyam,” begitu suara mulut kelinci mengunyah rumput.

“Enakkk!” kata kelinci saat rumput-rumput yang sudah dikunyahnya tertelan habis. Tiba-tiba kelinci cegukan. Oh tidak, dia membutuhkan air minum.

Kelinci buru-buru pergi ke sungai, tempat air segar melimpah ruah. “Slurrp... Slurrp... Slurrp...,” kelinci minum air  banyak-banyak.

Saking hausnya, kelinci rupanya tidak sadar jika ada sepasang mata menyembul dari dalam air sungai itu, sepasang mata milik buaya. Dia mendekati kelinci dengan tenangnya. Pelan, pelan, dan pelan.

Ketika sudah dekat, buaya dengan cepat meluncur ke luar dari dalam air. Dia menangkap kelinci dengan mulutnya. Oh kelinci yang malang. Sebelum menelannya, buaya bertanya, “Ha, kelinci, kutangkap kamu sekarang. Takut kan kamu berada di dalam mulutku?”

Kelinci sebenarnya ketakutan setengah mati, tapi dia berpura-pura berani dan berusaha mengatur suaranya sedemikian rupa supaya tidak terdengar ketakutan. “Buaya bodoh, kamu memang besar, tapi aku tidak takut padamu. Kamu mengancamku dengan suara keras, meskipun itu belum cukup keras untuk menakutiku, karena kamu tidak bisa membuka mulutmu lebar-lebar kan?”

Ejekan kelinci itu membuat buaya kesal. Dia membuka mulutnya lebih lebar lagi, lalu mengeluarkan suara yang lebih keras. Di saat bersamaan, kelinci buru-buru melompat dan memotong lidah buaya dengan cakarnya. Hal itu membuat buaya langsung menutup mulutnya, sehingga ekor kelinci pun jadi korbannya. Kelinci berhasil melarikan diri.

Dan seperti itulah sampai sekarang, kelinci tidak lagi memiliki ekor panjang yang indah dan buaya tak lagi memiliki lidah panjang seperti reptil-reptil lainnya.